Lima tahun terakhir saya perhatikan kafe/kedai-kedai kopi di Banjarbaru tumbuh subur bak jamur dimusim hujan. Namun tidak banyak dari pemain-pemain itu yang berani mengkhususkan ke specialty coffee. Ruangtamu coffee salah satu dari sedikit yang berani ke arah sana.

Memang, kata salah seorang teman barista aktifitas ngopi "yang benar" di kota ini masih dalam tahap edukasi. Jika dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya atau yang lebih luas di negara-negara maju seperti Amerika, Australia, dan Jepang dimana ngopi sudah menjadi kebutuhan mereka sehari-hari. Namun bukan berarti market nya sepi, perlahan tapi pasti peminat specialty coffee di kota ini semakin tumbuh.

Awal tau kedai kopi ini dari teman lama saya Bagus (teman nge-band waktu kuliah pas jaman-jaman suka ngulik lagu-lagu A7X, Lamb of God, MCR, dan sejenisnya). Jangan tanya saya dulu megang apa, ya jelas ikut nonton mereka latian lah..baru duduk di belakang drum, ehe ehe..

Nah ternyata belakangan saya tau si Bagus ini juga pencinta kopi jauh sebelum metode pour over V60 trend di awal tahun 2011 (mohon koreksi kalau tahunnya salah).



Kembali ke Ruangtamu coffee, impresi saya ketika pertama masuk ke kedai ini langsung mencuri perhatian. Tak perlu lama-lama mengamati, konsep kedai ini langsung mengingatkan saya pada Kurasu Coffee di Kyoto. Walaupun belum pernah menginjakkan kaki ke sana namun kurasu coffee ini begitu famous di kalangan pencinta kopi tanah air.

Penggunaan material dominan kayu menjadikan dia khas. Dan betul saja, saya menemukan sebuah paper bag berlogo Kurasu di display dinding mereka. Mungkin sang owner pernah studi banding langsung ke sana. Mantab!




Walaupun berlokasi di jalan lingkungan namun kedai ini sangat mudah diakses karena masih di kawasan tengah kota. Justru letaknya yang jauh dari keramaian lalu lintas menjadi kelebihan tersendiri, karena pengunjung dapat menikmati kopi dengan suasana yang cukup tenang. Backsound diputar dengan level middle low dengan play list dari band fourtwnty menambah 'kesakralan' selama ngopi di sana.


Kedai yang buka dari pukul 4 sore hingga 12 malam ini memang khusus untuk penggemar metode seduh manual. Saya tidak menemukan mesin espresso di sana, namun jangan kuatir menu espresso based masih bisa kamu jumpai di sini. Mereka menggunakan Moka Pot sebagai alternatif alat pembuat espresso.

Biji kopi yang dijual ataupun disajikan pada pengunjung di sini beragam dari yang lokal maupun import. Namun ada beberapa yang spesial karena di-roasting oleh Darat Coffee Lab, salah satu roastery kopi terbaik di Yogyakarta yang terkenal dengan quality control yang ketat. Sepanjang catatan saya ada Dek Frinsa, Saribu Dolok, Papua Yahukimo, Gunung Halu, Gunung Puntang, dan yang menjadi primadona Ethiopia Geisha.



Saya memilih single origin Gunung Halu pada kesempatan pertama lalu kemudian mencoba Dek Frinsa dari Darat Coffee Lab pada kopi berikutnya. Dua-duanya begitu nikmat terasa di lidah saya yang hampir satu bulan selama ramadhan kemarin tidak menyapa kopi sama sekali.

Soal ngopi memang bukan soal sesapan kopinya, tapi juga tempatnya. Pabila tempatnya nyaman dan cantik, kepuasan minum kopi pun akan lengkap. Di awal saya sudah mengutarakan bahwa saya terkesan dengan interior di sini dan memang begitulah adanya. Ambience nya terasa pas. Satu point yang bakal membuat saya untuk kembali ke kedai ini bahkan bisa jadi pelanggan setia, hehe..



Soal harga bagaimana? Sepanjang pengetahuan saya untuk menu manual brewing kedai ini paling murah di antara kedai-kedai kopi yang lain. Sementara untuk menu makanan dan minuman-minuman manis lainnya masih standar harga rata-rata kafe di Banjarbaru.

Kedai ini juga dalam beberapa kesempatan mengundang tamu-tamu brewer nasional untuk berbagi pengetahuan dasar-dasar dalam menyeduh kopi.

So, bagi yang belum pernah ke sana atau yang mau 'belajar' menikmati kopi dengan cara yang berbeda silakan mampir ke kedai kopi ini. Bisa datang sendiri atau dengan pasangan saya rasa jauh lebih baik :)

Tabik.

RuangTamu Coffee
Jl. Kayu Manis No 10B (Belakang KFC Banjarbaru)
IG: ruangtamucoffee.bdj




Banyak alasan kenapa orang lebih memilih membeli lensa bekas dibanding lensa baru. Alasan mendasar adalah tentu menghemat budget. Dan saya adalah orang yang pertama angkat tangan untuk urusan budget terbatas, haha..

Beresiko kah? Jangan-jangan cacat, optiknya jamuran, dapet lensa yang bad copy, dll. Nanti dulu sob. Hanya lantaran suatu barang dijual bukan berarti barang tersebut rusak atau cacat kan? Saya ada teman yang punya usaha jual beli mobil bekas. Kebanyakan dari mereka yang menjual mobilnya adalah karena butuh uang segar atau ingin membeli mobil baru tetapi harus menjual mobil lama mereka terlebih dahulu. (uang segar itu kayak gimana Al? pikirin sendiri).

Orang menjual lensa kit karena mereka ingin upgrade ke lensa yang lebih pro. Lempar lensa tele karena baru tau kelebihan lensa prime (ini yang saya alami plus butuh duit juga sik ketika itu). Jual lensa fisheye karena ternyata mereka belum terlalu butuh akan lensa tersebut. Jual lensa macro karena ternyata passionnya bukan di macro photography melainkan lebih ke street photography.

Bisa juga karena “pindah agama”. Misal ya, dari dslr canon beralih ke mirrorless fuji karena kepincut bentuknya yang simple dan ringkas. Otomatis semua lensa-lensa “umat” canon juga ikut dijual. Adalagi alasan seseorang menjual beberapa lensa nya untuk tambahan modal melamar pacarnya (ini bisa saja terjadi). Dan masih banyak lagi alasan orang-orang menjual lensa mereka.

Pengalaman pertama saya terjun ke hobi fotografi tahun 2009 adalah dengan membeli kamera + lensa bekas dari teman. Ini adalah cara yang paling aman dan ideal untuk membeli sebuah lensa bekas. Di sini kita mengetahui riwayat pemakaian serta bisa langsung mencobanya secara leluasa.

Jika pun harus membeli melalui online usahakan kita tetap bertemu langsung dengan penjualnya. Beda ceritanya jika kamu beli lensa baru lewat situs toko kamera yang sudah terkenal. Karena biasanya mereka masih memberi garanasi toko 1-2 hari. Jadi masih ada waktu buat tes secara keseluruhan. Lensa bisa dikirim kembali ke toko jika ada cacat fisik atau cacat lainnya. Pembelian model seperti ini juga beberapa kali saya lakukan, dan sejauh ini Alhamdulillah aman-aman saja.

Ada beberapa cara yang biasa saya lakukan untuk mengetes lensa ketika saya beli dari orang baik itu lensa baru (karena bisa saja lensa baru namun ternyata bad copy) maupun lensa bekas. Misalnya untuk menguji ketepatan auto fokus, saya biasa membawa 4 biji batrai AA yang disusun miring untuk selanjutnya di foto satu persatu.

Jika yang saya fokuskan memotret batrai ke dua namun ternyata hasil foto menunjukan yang tajam adalah batrai pertama / ketiga ini berarti lensa tersebut punya penyakit ‘salah fokus’. Salah fokus atau kurang fokus pada lensa tidak bisa disembuhkan hanya dengan memberinya sebotol Aqua. Ini berbeda, mesti dibawa ke service center nya.

Kemudian langkah selanjutnya periksa kondisi optic lensa apakah ada goresan, debu, jamur, atau bakal jamur. Satu jamur kecil pada lensa dapat memicu tumbuhnya jamur-jamur yang lain. Cara mengetahuinya cukup mengarahkan lensa ke lampu (yang menyala tentunya) lalu kita tilik dari bagian bawahnya. Langkah ini seharusnya cukup mudah karena bisa diliat langsung dengan mata telanjang.

Selanjutnya, pastikan lensa tidak mengalami centering problem. Saya biasa mengujinya dengan memotret dinding yang ada patern nya (jangan dinding polos). Lalu amati hasil fotonya. Jika memungkinkan gunakan laptop untuk men-zoom gambar, jika tidak membawa bisa di zoom langsung di kameranya. Jika foto bagian kanan sama tajamnya dengan bagian kiri maka lensa tersebut InsyaAllah bebas dari penyakit centering problem.

Lalu cek juga focusing ring dan zoom ring. Periksa apakah karetnya masih kencang atau sudah kendor. Begitu pula ketika memutar zoom ring apakah perputarannya cukup smooth atau malah tersendat. Biasanya lensa dengan kualitas premium (seperti seri L pada lensa canon) perputaran zoom ring nya sangat mudah dan ringan walau masih baru. Indikatornya? Zoom ring akan cukup mudah diputar hanya dengan menggunakan satu jari. Agak berbeda dengan lensa third party, zoom ring agak kesat kendati kondisi lensa masih baru.

Namun yang cukup mendasar untuk pengecekan lensa bekas adalah justru pada keseluruhan body lensa. Goresan kecil mungkin masih dapat dimaklumi karena kondisinya memang bekas pakai. Namun jika terlihat cacat seperti bekas kepentok sesuatu bisa jadi lensa tersebut pernah jatuh. Baut pada sambungan juga tidak boleh luput dari pengamatan apakah seperti sudah pernah dibongkar sebelumnya.

Terakhir yang paling utama adalah pastikan kamu membawa cukup uang untuk menebus lensa tersebut. Akan sia-sia jika parameter-parameter di atas sudah dilakukan dengan seksama namun lensa batal dimiliki hanya karena uangnya tidak cukup.

Demikian beberapa tips membeli lensa bekas yang dapat saya bagikan hasil dari pengalaman sendiri maupun dari literatur yang pernah saya baca. Semoga bermanfaat.




Jadi belum lama ini saya memutuskan untuk pindah haluan atau istilah syariahnya pindah 'agama' dari penganut canon yang cukup fanatik (dari tahun 2009) beralih ke penganut Fujifilm (Mirrorless).

Tentu ini tidak mudah kawan.. Selama hampir delapan tahun menggunakan Canon tidak sedikit uang yang saya hasilkan dari kamera-kamera tersebut, entah dari menang lomba, project kantor, hingga beberapa side job wedding photography yang pernah saya garap.

Lalu apa yang membuat saya memilih merk Fuji? Bukan Sony, Olympus, atau bahkan Canon mirrorless? Saya sengaja nggak masukin Leica ke dalam daftar karena harganya sangat jauh dari jangkauan saya. :((

Jika dikatakan bobotnya yang sangat ringan, mirrorless merk lain pun rata-rata memiliki bobot yang kurang lebih sama. Pun bentuknya yang vintage/classic, olympus juga mengeluarkan bentuk serupa pada seri-seri OM-D dan Olympus Pen nya. Atau harganya yang cukup euhm premium dibanding dengan merk lain.

Semua alasan di atas sudah barang tentu menjadi pertimbangan saya, namun ada satu terobosan menarik dari fujifilm yang tidak dimiliki oleh produsen kamera lain.

Adalah sensor jenis baru yang dibuat oleh fuji yang dikabarkan sangat tajam, mereka memberinya nama X-Trans CMOS Sensor. Benda ini yang membuat orang-orang (termasuk saya) sangat berhasrat untuk memiliki fujifilm.


Jadi sensor tradisional yang digunakan DSLR dan mirrorless lain hingga saat ini mengadopsi susunan pixel RGB (dengan 1 pixel terdiri dari 1 sensor Red, 1 sensor blue dan 2 sensor Green).

Susunan ini repetitif, sehingga mudah diproduksi dan mudah pula di proses (de-mosaicing – mengubah RAW menjadi JPEG). Oleh karenanya semua produsen menggunakan jenis sensor ini.



Tetapi susunan ini bukannya tanpa masalah. Karena repetisi nya maka dalam kondisi pemotretan pattern halus tertentu muncul lah Moire Pattern yang hasilnya tidaklah indah.

Credit: google.com
Oleh karena itu “jalan pintas” yang diambil para produsen adalah dengan menggunakan filter anti alias. Percaya atau tidak filter yang diletakkan di depan sensor ini bertujuan mengaburkan sedikit hasil foto. Ya, jadi produsen secara sengaja (demi menghindari moire pattern) sebenarnya membuat sensor mereka sedikit lebih blur / tidak tajam.



Nikon D800E mencabut penggunaan anti alias ini, mengakibatkan peningkatan cukup signifikan dalam hal Image Quality. Tetapi masalahnya tetap sama, muncul moire pattern.
Fuji mengatasinya dengan lebih “cerdas” yaitu dengan mengubah susunan pattern nya menjadi “random”.








Dengan random nya pattern maka Moire Pattern bisa dihindari dan Anti Alias tidak lagi dibutuhkan. Sensor fuji bisa menghasilkan Image Quality maksimal nya, tanpa terbatas oleh filter anti alias, sementara tetap menghindari Moire Pattern.

Gimana, keren khan sensornya? Ehe ehe..

Gimana hasil image quality nya? Nanti akan saya review pada postingan selanjutnya.
Sudah hampir jem 5, mau siap-siap buat bukaan dulu.

Tabik.

Src: motoyuk.com
Gambar Utama: Pinterest.com




"Tiada (huu..) Terucap (huu..) Kau berikan.. Kau datang mengisi hidupku."
Itu t-five deng, hehe maap..

Anyway jika kamu suka juga sama t-five berarti kita seumuran... *toss

Jadi, warga banjarbaru kembali dimanjakan dengan hadirnya tempat hang out baru yang menjadi buah bibir anak-anak friendster instagram belakangan ini. K'five Cafe and Resto.
Maka, ke sana lah saya bersama istri dan kedua buah hati kami. Asikk




Hidup tanpa musik bagaikan makan soto Bang Amat tanpa limau kuit – Jose Mourinho.

Pepatah (seperti) di atas juga banyak diamini oleh musisi-musisi nasional contohnya Raisa. Dalam sebuah program musik di salah satu stasiun tv masa kini, Yaya (panggilan akrab kami) mengungkapkan kalau musik sudah menjadi bagian dalam kehidupan dia sehari-hari. 

Namun bukan berarti Raisa selalu memakai headset kemana-mana atau ngalungin headphone warna kuning motif tengkorak di leher tiap kali ke alfamart beli teh pucuk harum. Bukan. Musik menjadi bagian dalam hidup di sini lebih ke selalu ada aja lagu yang keputer di kepala. Entah lagu dia sendiri maupun lagu orang lain. 

Dan disaat itu lah kamu otomatis bakal menyanyi sendiri (jika suara kamu lumayan) atau minimal bersenandung pelan (jika suaramu hancur). 

 

Jadi kapan itu saya baca twit dari @PEMBIMBINGUTAMA yang isinya “KEPONAKAN SAYA SI ALVIN MAMPIR KERUMAH. BARU SEMINGGU MAGANG JADI BARISTA SAJA SUDAH SOK-SOK TIDAK MAU MINUM KOPI SACHET”. Kemudian dilanjutkan dengan “KATA SI ALVIN KOPI SACHET ITU TIDAK ADA FILOSOFINYA. LHO, ITU AIR PUTIH JUGA TIDAK ADA FILOSOFINYA TETAPI DIMINUM SETIAP HARI”. 

Twit ini terang mengundang reaksi netizen tak terkecuali si penulis buku Filososofi Kopi, Dewi Lestari. Pemilik akun dengan nama asli Bambang Widodo ini memang terkenal dengan twit-twitnya yang lugas dan apa adanya. Biasanya berkisar seputar aktivitas keseharian beliau dan tentu saja dengan ciri khas ditulis dengan huruf KAPITAL SEMUA. 

Jika kamu followers baru barangkali cukup terganggu dengan gaya tulisan beliau karena terkesan seperti orang marah-marah. Namun lama kelamaan nanti juga akan terbiasa kok, and trust me he really kind person.